Menjalin Kemanusiaan di Lembah Kebar
- F. Adi Purnama
- Feb 4, 2018
- 3 min read

Dinas kesehatan Kabupaten Tambrauw mengadakan program pengobatan masal dalam menjangkau daerah-daerah terpencil yang selama ini sulit mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Pada bulan maret lalu, saya bersama tiga kawan saya, ayu seorang gadis jawa tamatan kedokteran gigi UGM, Zulfikar seorang ahli gizi, dan melky seorang pemuda asal pulau dom asli tanah papua. Kami berempat mendapat kesempatan untuk bergabung dalam program tersebut. Pengobatan masal berhasil menjangkau 9 distrik mendekati perbatasan manokwari di timur, hampir setengah luas dari Kabupaten tambrauw. Rencananya program ini akan dilakukan 2 kali, satu ke daerah dataran tinggi di selatan, satu lagi di kawasan pesisir Tambrauw,tentunya dengan jangka waktu yang berbeda. Namun pengalaman yang akan saya bagi kali ini, hanya sedikit dari keseluruhan giat pengobatan yang saya lakukan ke kemarin, lebih tepatnya hanya di kawasan Kebar.

Kebar salah satu daratan eksotis yang saya singgahi kemarin, suatu lembah yang menjadi nama sebuah distrik di tambrauw dengan karakteristik pegunungan memanjang sampai ke manokwari sana. Padang savanna yang luas dengan latar perbukitan memanjang membuat kebar layaknya seperti new Zealand di daratan tropis. Kampung Pubuan, Inam, Aniti & Narai merupakan beberapa kampung eksotis yang sempat saya singgahi dan cumbui keindahannya. Kampung Pubuan dan Inam berada di Kebar timur, Aniti di selatan, dan Narai di barat.


Secara keseluruhan kegiatan yang kami lakukan adalah memberikan pelayanan kesehatan secara gratis dan melakukan sosialisasi penyuluhan kesehatan. Orang-orang dari dinas kesehatanlah yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan, sedangkan saya dan ketiga kawan saya memberikan penyuluhan kesehatan, namun kami juga seringkali membantu giat pengobatan masal saat membludaknya masyarakat yang datang berobat.
Kami biasamya menggunakan balai desa, gedung sekolah, ataupun halaman rumah warga untuk tempat giat pengobatan massal. Saat tiba di suatu kampung, orang-orang dinas kesehatan langsung mempersiapkan peralatan dan obat-obatan, sementara saya dan ketiga kawan saya memanggil dan mengumpulkan anak-anak desa setempat untuk langsung memulai lebih dulu. Penyuluhan yang kami berikan adalah penyuluhan tentang cara mencuci tangan dan cara mensikat gigi yang baik dan benar. Umumnya anak-anak yang kami jumpai dari berbagai kampung yang kami singgahi, berbadan kurus dan memiliki perut yang buncit akibat cacingan. Kedekatan mereka dengan alam, tidak hanya menganugrahkan berkah semata, namun juga bahaya kesehatan, jika mereka keliru dalam berprilaku. Sebagai contoh, kami sering mendengar pernyataan tentang kebiasaan mereka menggunakan sabun deterjen untuk mencuci tangan ataupun mandi. Kekeliruan-kekeliruan tersebut sudah selayaknya diluruskan, para orang tua dan anak perlu mendapatkan pengetahuan yang baik tentang aspek kesehatan.


Cara kami memberikan materi penyuluhan dengan cara menari dan bernyanyi, ternyata sangat disukai oleh anak-anak maupun masyarakat dewasa yang menyaksikan. Metode ini tidak hanya berhasil membuat anak-anak menjadi mudah memahami, namun juga memberikan semangat, keriangan, dan tawa yang luar biasa bagi semua. 7 tahapan cara mencuci tangan yang sulit dihapalkan, seketika menjadi mudah ketika dinyanyikan bersama.Kami juga memberikan simulasi cara mensikat gigi melalui metode kuis, dimana akan ada reward dari setiap mereka yang berani tampil atau menjawab setiap pertanyaan yang kami ajukan. Setelah semua pemberian materi, mereka mendapat bingkisan berisi berbagai peralatan kebersihan dan langsung mempraktekan cara mencuci tangan dan mensikat gigi bersama-sama. Semangat dibalut keluguan terpancar nyata dari sorot mata mereka, sungguh hangat dan nyaman rasanya menyaksikan itu.



Para warga desa yang kami jumpai,pada umumnya mengeluhkan penyakit yang beragam. Baik sakit gigi, pusing, batuk, demam, cacingan, darah tinggi,malaria, dll. Namun umumnya warga banyak yang terkena darah tinggi ataupun malaria, penyakit yang diakibatkan gigitan nyamuk endemik khas tanah Papua. Namun ditemukan juga warga yang menderita tumor, gejala kaki gajah, dan kelumpuhan. Dimana sekitar 2-3 orang yang mengalami kelumpuhan, hanya bisa berbaring didalam gubuk/bilik 2x2 meter tanpa alas atau tikar yang kondisinya tidak layak untuk dihuni. Tidak semua dari mereka beruntung mendapatkan tindakan pengobatan dan obat-obatan, ketidaktersediaan obat ataupun keterbatasan alat dan tenaga medis menjadi penyebabnya. Mereka yang menderita penyakit yang dapat diklasifikasikan berat, mendapat rujukan untuk dibawa ke rumah sakit terdekat di Manokwari. Sementara jarak dari kebar – Manokwari sendiri terhitung jauh, diperlukan 4 jam perjalanan untuk bisa sampai ke sana.

Ditengah kondisi seperti itu ditambah lagi kondisi keuangan , tidak sedikit dari mereka hanya bisa bertahan dan mengurungkan niatnya lalu memilih mengacuhkan penyakitnya. Bisa dibayangkan betapa sulitnya orang-orang mendapatkan akses pelayanan kesehatan dikala mereka terjangkit penyakit dan membutuhkan pengobatan. Sebuah potret yang barangkali tidak jauh berbeda harus dialami saudara-saudara sebangsa di berbagai pelosok wilayah Nusantara. Namun setidaknya cara yang kami lakukan merupakan sebuah tindakan nyata dalam menjalin kemanusiaan.
Comments